Sabtu, 02 Maret 2013

Deadline Bersama Asap Kopi

Kopi pagi ini: kurang ekstrem tapi tetap berkarakter. Tingkat kepahitan: sedang. Sama seperti keyakinan untuk 'berbicara' dengan dia.

Well well well. Saya terlalu biasa bekerja di bawah deadline. Dan baru akan bersungguh-sungguh bila telah tiba waktu menuju deadline.

Mungkin waktu untuk dia juga harus seperti itu. Diperlakukan sama seperti tugas mengumpulkan laporan. Ada batas waktu bernama deadline.

Tapi, hidup seperti kematian. Bila terus menjalaninya di bawah deadline, sementara kita tertekan di dalamnya.

Diam adalah senjata mematikan. Ada sistem memendam dalam-dalam. Akumulasi keberanian untuk sebuah kejujuran. Sampai tiba di batas waktu dan ruang. Tempat di mana kita terdesak, terhimpit lapisan tipis bernama: keterbatasan.

Jika sudah seperti itu, kemana kita akan mengadu? Apalagi berlari mencari kesempatan? Jika sudah tidak lagi kita temukan spasi ruang dan waktu? (Sementara kita hanya bisa bergerak bila ada jarak dan melangkah bila ada spasi).

Mungkin kita terlalu naif untuk memahami karakter ruang dan waktu. Tapi kenyataan tidak pernah mengenal kata naif. Dia selalu bisa menampar kita kuat-kuat. Membuat kita terjatuh dan kesal sejadi-jadinya. Lalu membuat kita sadar dan mengerti. Bahwa sebenarnya, setiap waktu adalah deadline.

"Hargailah waktu dengan baik, sebelum kesempatan untuk menghargai waktu itu habis". (Adaptasi dari quote Tukul Arwana.)