Selasa, 30 Juli 2013

Dunia Anak, Dunia yang Sederhana


Dan hal penting yang membedakan antara anak-anak dan orang dewasa adalah tingkat kerumitan dari sisi memandang hidup. Secara naluriah, orang dewasa selalu melihat dunia ini dengan cara yang rumit, di mana untuk mencapai hasil yang sederhana, mereka memerlukan banyak asumsi untuk menyederhanakannya. Ini berbeda dengan anak-anak. Dunia mereka benar-benar sederhana secara naluriah. Tanpa asumsi, tanpa penyederhanaan lagi. Tertawa, berlari kesana-kemari, bermain, berteriak, juga menjerit menangis hanya untuk meminta mainan ke orang tua.
***

Selamat sore. Ketika kamu membaca tulisan ini tidak pada sore hari, jangan dulu bilang saya salah menyebut waktu. Karena memang tulisan ini saya tulis di waktu sore J. Saya sedang berusaha untuk tidak membunuh waktu luang dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Jadi, itu alasan kenapa sore ini, sambil ngabuburit saya menulis tulisan ini.
Linimasa pada tanggal 23 Juli kemarin penuh dengan testimoni Hari Anak. Karena, memang hari itu ditasbihkan sebagai Hari Anak Nasional. Banyak ucapan selamat hari anak mengalir dari mulut orang dewasa, dimana saja. Di acara-acara TV, di radio, di media-media cetak, ataupun secara langsung. Bahkan, internet search engine sebesar google pun turut memperingatinya dengan memajang desain dekoratif logo unik (Google Doodle) bertemakan anak-anak sekolah—2 anak SD, satu  bersegaram pramuka dan yang lainnya berseragam merah putih—di laman situsnya.

Berdasarkan referensi, ternyata ada banyak hari yang ditandai sebagai peringatan hari anak. Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni, Hari Anak Universal jatuh pada tanggal 20 November, dan Indonesia sendiri menetapkan tanggal 23 Juni sebagai Hari Anak Nasional (info: red). Bicara soal anak-anak, saya merasa masa menjadi seorang anak sudahlah lewat. Ya, di usia yang sudah mencapai hampir 21 tahun ini, tentunya saya sudah tidak pantas lagi untuk dipanggil sebagai bocah. Saya sangat menyayangkan hal ini. Karena saya berpikir, masa kanak-kanak adalah masa yang menyenangkan. Ada banyak lukisan dan tulisan cerita tentang masa lalu saya sebagai seorang bocah. Mungkin, kalau di adegan film-film, rekam jejak cerita masa lalu itu akan datang silih berganti dalam sebuah tayangan samar-samar, dengan saya yang berada dalam keadaan melamun dengan mata kanan agak sedikit mendilik ke atas.
Di masa kecil, dulunya saya sangat takut melihat kapuk pohon randu. Saya juga sangat menyukai bakso. Dari kecil saya sudah akrab dengan ayam—sampai-sampai pernah mendapat serangan mendadak dari ayam yang baru menetaskan anak-anaknya. Ini karena Bapak dulunya pernah ternak ayam. Juga di usia 5 tahun, saya yang sedang tergila-gilanya dengan sepeda waktu itu sering menghabiskan waktu dengan menaiki sepeda keliling kampung, sendiri atau juga bersama teman sepermainan. Saya masih ingat saat-saat awal belajar naik sepeda, waktu itu saya pernah nabrak orang di jalan dan juga nyebur di parit-parit karena naik sepeda terlalu kencang. Semua masih segar di ingatan, berkelabatan secara random. 
gambar diambil dari sini
Dunia anak adalah dunia yang sangat sederhana. Betapa menyenangkannya saya dulu pernah ada di masa itu. Saya yang hanya mengenal hidup ini dalam kesederhanaan, berada dalam keterbatasan ketidaktahuan—tetapi selalu ingin tahu. Sekarang masa itu sudah lewat. Masa kekanakan sudah berevolusi menjadi masa dewasa, meski tak sesederhana itu prosesnya.
Dan hal penting yang membedakan antara anak-anak dan orang dewasa adalah tingkat kerumitan dari sisi memandang hidup saja. Hanya sebuah pendapat saya saja, tentunya kamu bebas untuk setuju ataupun tidak. Secara naluriah, orang dewasa selalu melihat dunia ini dengan cara yang rumit. Banyak kalkulasi numerik, pertimbangan, serta lebih banyak menggunakan akal untuk berpikir, dan membenci spontanitas. Mereka memerlukan banyak asumsi untuk menyederhanakan tingkat kerumitan hidup. Ini berbeda dengan anak-anak. Dunia mereka benar-benar sederhana secara naluriah. Tanpa asumsi, tanpa penyederhanaan lagi. Tertawa, berlari kesana-kemari, bermain, berteriak, juga menjerit menangis hanya untuk meminta mainan ke orang tua. Dalam benak saya, kapuk dulu terlihat seperti hantu, karena saya berpikir hantu adalah suatu makhluk yang berwarna putih dan bisa terbang melayang-layang dengan bebas. Persis seperti kapuk. Sesederhana itu. Lalu, ayam yang baru saja menetaskan inangnya adalah makhluk jahat yang benar-benar harus dihindari. Kelembutan ayam seperti yang biasa saya kasih makan setiap pagi akan menghilang di kala dia baru saja  melestarikan keturunannya. Dan masih banyak lagi hal-hal sederhana—mungkin pas juga kalau disebut hal bodoh—yang lain dalam otak saya.
Jadi, bagaimana dengan masa kecilmu, kawan? Pasti menarik dan banyak cerita yang telah kamu lewati kan?

0 komentar:

Posting Komentar