Jumat (12/07/13). Hari
ini adalah hari ketiga di bulan Ramadhan tahun ini. Dan, tidak seperti
hari-hari awal di dua Ramadhan sebelumnya yang selalu saya habiskan di Bandung,
awal ramadhan tahun ini saya habiskan di rumah. Liburan panjang di tahun ini
tepat datang sebelum Ramadhan dan bahkan waktunya menerus sampai ke libur Lebaran.
Waktu libur selama 3 bulan seharusnya menjadi hari yang begitu lama. Tetapi,
libur 1 bulan pertama harus saya habiskan di Bali. Bukan untuk suatu liburan
menikmati keindahan pulau itu, bukan. Tetapi sebuah kuliah lapangan di Gondol—daerah
pinggiran Bali selama hampir 3 minggu memaksa saya untuk melupakan libur 1
bulan pertama. Kulit saya menjadi eksotis karena seringnya panas-panasan saat
ekskursi. Okay, fine!
Berlanjut ke hari libur
di bulan berikutnya. Libur bulan kedua saya habiskan di Bandung dan di rumah.
Di Bandung sibuk untuk mengurus proposal majalah himpunan yang begitu ribet
karena harus menunggu kerja dari tim-tim redaksi. Dan akhirnya, setelah
proposal kasar jadi, dan sudah melalui pertemuan dengan kaprodi, proposal bisa
teratasi. Di sisa liburan di bulan kedua, akhirnya saya bisa pulang.
Rumah... Ah akhirnya
sampai juga saya di lirik terakhir lagu ‘Home’-nya
Michael Buble.
Rumah selalu identik
dengan muara. Meski mungkin sederhana, di sinilah tersimpan banyak kenangan
tentang diri seseorang. Mulai dari saat bayi yang baru bisa menangis, bocah yang baru bisa
merangkak dan belajar berbicara, sampai saat kita dapat berlari-lari kesana
kemari. Seperti itu juga rumah saya. Ada di desa, di mana untuk menemukan pasar
harus dengan kendaraan bermotor selama 15 menit, rumah dengan susahnya
menangkap sinyal indosat dan juga televisi. Beberapa kali saya sempat merasa
frustasi saat harus menerima atau ingin telfon ke teman-teman yang ada di
Bandung. Begitu juga saat saya ingin menonton Liga Inggris, dengan antena biasa
gambar di televisi begitu jelek dan semutan, semengara dengan antena parabola
tayangan Liga Inggris selalu dikunci. Kondisi ini sangat memprihatinkan bagi
saya, sebagai penggila bola.
Tapi sekali lagi ada
kesan tersendiri saat saya melihat dan bahkan menyentuh lantai rumah ini untuk
yang pertama kalinya siang itu.
Untuk mencapai rumah di
hari itu tidaklah secepat biasanya. Sebuah perjalanan yang lebih panjang harus
saya lewati. Ini karena adanya beberapa kendala perjalanan yang benar-benar membuat
saya kesal. Pertama, sopir bus salah jalan. Oke, mungkin kedengarannya ini
lucu. Tapi, seperti kata Titiek Puspa dalam lagu ‘Kupu-Kupu Malam’-nya,
Apa
yang terjadi, terjadilah.
Padahal, ini rute yang
biasa bus malam lewati saat menempuh Bandung – Jepara, lha kok bisa-bisanya
salah jalan. Wahai lelucon semesta... Kedua, jalanan macet. Oke, ini masalah
klasik yang biasa saya temui di perjalanan pulang. Mungkin ini masalah di
jalan-jalan lain juga di Indonesia, dan wajar saja jika pada suatu hari yang
lalu, wakil walikota Bandung mengatakan bahwa kemacetan adalah ikon kota
Bandung. Saya kira tidak pantas untuk seorang walikota yang mempunyai pemikiran
seperti ini.
Akumulasi dari
kejadian-kejadian lain di jalan, seperti mogoknya bus, ramainya lalu lintas,
dan lain-lain membuat saya baru sampai rumah jam 1 siang. Ini rekor baru,
padahal biasanya saya sampai rumah setelat-telatnya jam 7 pagi. Kalau saya
artis tenar, mungkin berita ini sudah menjadi trending topic, dengan sorotan tajam tentu ada pada bus yang masih
saja mogok, sopir salah jalan, dan ramainya lalu lintas. Tapi, untungnya ini
tidak terjadi, karena kenyataannya saya memang bukan seorang artis.
Kembali ke rumah. Siang
ini begitu terik. Matahari memancarkan cahayanya dengan intensitas yang cukup
kuat, ini berbeda dengan keadaan di Bandung, yang bahkan beberapa jam sebelum
saya pulang kampung turun hujan yang lumayan deras. Jemuran pakaian sukses
basah kuyup karena saya tinggal makan siang di warung.
Setelah cukup melepas
rindu dengan orang-orang rumah, saya melupakan waktu istirahat. Rasanya terlalu
sayang untuk tidak segera ingin tahu keadaan saudara sepupu yang masih kecil.
Umurnya belum genap 3 tahun, tapi sungguh dia lucu sekali. Saya dengar dari ibu
kalau sekarang dia sudah mulai bisa banyak bicara. Tentu intonasinya masih
belum begitu jelas, tapi justru ini yang membuatnya lucu. Badannya agak
gendutan dan dia pemalu. Saya ingat betul, waktu liburan semster sebelumnya,
waktu itu kita pernah main kuda-kudaan. Tentu, saya yang menjadi kudanya, dia
yang menaiki punggung saya. Setelah kita ketemu, langsung saya menghampirinya
dan ingin menggendongnya, tapi seperti biasa dia menolak saya. Sifatnya dari
kecil sama, takut dengan orang baru yang belum dia kenal atau orang sudah dia
kenal tapi lama tidak ketemu. Sepertinya perlu waktu sementara untuk saya bisa
mengajaknya bermain. Hampir saja saya lupa, kalau dia sudah punya adik kecil. Adik
kecil ini lahir ketika saya masih di Bandung. Waktu itu saya tidak sempat
pulang. Jadi, ini kali pertama saya melihatnya. Perempuan dan lucu. Ada rasa
bahagia tersendiri begitu melihat mata seorang bayi. Innocent dan sejenak memberikan kesan menenteramkan.
Selain kedua bocah itu,
ada juga beberapa anak kecil yang lain—anak tetangga. Ada yang masih berumur 2
tahun, 3 tahun, dan ada juga juga yang masih dalam hitungan bulan. Meski anak
tetangga, tetapi selalu mudah bagi meraka untuk berinteraksi satu sama lain.
Para ibu sering berkumpul untuk acara tertentu, atau bahkan hanya untuk sekadar
ngobrol, tentu saja sambil membawa serta anak mereka. Dan ini lucu sekali
ketika beberapa bocah dipersatukan dan bermain bersama. Anak 2 – 3 tahunan
berbicara dalam bahasa mereka sendiri yang tentu lucu sekali mendengar mereka
saling ngobrol. Kondisi ketika mereka bermain bersama membuat lingkungan rumah
sudah seperti taman bermain anak-anak.
Saya suka anak kecil,
dia lugu dan menggemaskan. Selalu ada perasaan senang ketika bermain bersama
mereka, sesaat kita bisa melupakan masalah dunia orang dewasa. Dunia anak-anak
adalah dunia yang sederhana, di mana mereka hanya tahu tentang permainan.
Sesederhana itu. Melihat dan berinteraksi dengan mereka adalah hiburan, yang
benar-benar natural menurut saya.
Tapi sayangnya, saya
harus menyudahi waktu untuk bermain bersama mereka hari ini. Berita buruknya,
saya harus segera kembali ke Bandung sore ini. Ada kegiatan yang wajib saya
ikuti.
So,
bye bye adik kecil. Terima kasih
untuk hiburannya J.
0 komentar:
Posting Komentar