Rabu, 19 September 2012

Masih (Mimpi)

Ketika mentari pagi terbangun,
dia merajutnya, sebuah mimpi yang dia agungkan

Ketika siang hadir bersama teriknya,
dia terbangun, masih bersama mimpinya yang terlalu timur

Ketika senja bergelantungan mega,
dia masih terlihat siap, masih dengan mimpinya

Ketika malam datang membunuh mentari,
dia masih terjaga, masih bersama mimpi paginya

Hari demi hari berlalu,
pagi, siang, senja, malam bergantian melaju

Bulan demi bulan menghilang
membawa satu cerita fiksi tentang mimpi

Tahun, windu, abad, dan apapun itu namanya berlanjut
dan dia masih tetap sama, membanggakan mimpinya

Merah tua memulai memudar, berganti warna muda
mimpi bulat mulai menghilang, berganti cerita usang

Sampai masa senja datang, sampai mata terlihat tak terang
dia mulai berpikir, apa gunanya bermimpi?

Dia berpikir dan masih berpikir
dan masih bertanya mengapa harus selalu berpikir?

Dia mempertanyakannya kepada Tuhan
sampai dia benar-benar sadar, mimpinya menghilang

Rabu, 05 September 2012

Tentang Sebuah Cerita: Drawana


(5 September 2012)
Kita lahir melalui cerita dan akan mengalir membawa cerita. Drawana... Langit, Laut, Satu!!!
Sebuah nama, sebuah cerita. Tepat satu tahun yang lalu, kita dilahirkan dan diikat menjadi satu, atas nama: DRAWANA. Masih segar di ingatan (walau aku tak ikut berperan memberi masukan nama Drawana), sang kapten berjuluk Kopral Age mencetuskan nama ini via grup Facebook DRAWANA. Nama ini dibuat tidak lekas jadi dan asal buat. Tanggal lahirnya cantik, 5/9/11, tepat pukul 17.00 WIB. Yang memang tanggal tersebut dipilih sesuai jumlah anggota Drawana: 59. 

Kata 'Drawana' lahir dari bahasa Sansekerta, yang bermakna 'mengalir'. Di mana, mengalir adalah kata yang pas untuk menggambarkan dua kelompok yang saling 'mengalir', Oseanografi dan Meterologi. Ya, mengalir. Oseanografi dengan lautnya, dan Meteorologi dengan udaranya. Keduanya adalah fluida yang sama-sama mempunya sifat yang sempurna: mengalir. Begitu penjelasan singkat seorang Age. 

Bagiku, Drawana adalah sebuah kepingan yang terpisah lalu kembali  menggenapi mozaik hidup yang sampai saat ini masih belum utuh. Bersamanya, terjalin sebuah cerita menuju kehidupan yang membuatku lebih dewasa dan lebih mengerti sebuah arti kata baru: persahabatan.

Selamat hari jadi yang pertama, Drawana. Semoga kita semakin satu dan dewasa!

Selasa, 04 September 2012

Hey!

Hey!!!

Jadi bagaimana kabarmu pagi ini, Cinta?

Apakah kau masih seperti biasanya, terlihat bercahaya di antara terangnya cahaya mentari?

Apakah kau masih terlihat menarik walau tanpa aksesori apapun?

Apakah kau akan datang pagi ini dengan menunjukkan muka manismu lalu tersenyum penuh riang menghibur?

Aku percaya kelak kita akan bersama meski sekarang belum. Apalagi yang bisa kulakukan, selain percaya? Karena tidak ada kesempatan untukku berbicara?

(Dimana Cinta, kucari, kumenemukannya, dan dia enggan berbicara).


Senin, 03 September 2012

Ternyata Saya adalah ‘Cucu Bima’



20 Agustus 2012
2 Syawal 1433 H

Lebaran. Waktu untuk berkunjung ke rumah saudara-saudara. Dan karena orang tua saya berasal dari keluarga besar maka saudara-saudara saya juga banyak. Keluarga besar yang saya maksud di sini bukanlah dari segi materi, tentu akan sangat memprihatinkan jika kita hanya bisa mengira ukuran besar/kecilnya sebuah keluarga melalui hitungan materi. Besar di sini adalah sebuah ukuran yang tergambarkan secara kuantitas anggota keluarga. 

Tetapi untungnya, jumlah yang banyak itu tidak terpencar-pencar berjauhan. Mereka berdomisili cukup berdekatan dan cenderung mengumpul di  satu wilayah. Dan itu menjadi pemandangan yang cukup baik bila kita ingin berkunjung satu demi satu ke rumah-rumah mereka. Tetapi, bagi saya kurang seru sih karena sebenarnya saya lebih menikmati bila mereka berdomisili secara berpencar. Karena dengan begitu kan untuk mengunjungi mereka, saya bisa sekalian jalan-jalan dan pastinya beda tempat beda kultur dan so pasti cerita hidup menjadi lebih beragam. Haha...

Satu kunjungan di hari kedua lebaran. Rumah yang dituju tidak terlalu jauh dari kediaman. Hanya sekitar 15-20 menit dengan kelajuan 60 km/jam untuk mencapainya. Dia adalah kakek jauh saya. Adiknya orang tua ayah. Namanya Mbah Kawi. 

Mbah Kawi merupakan salah satu cerita yang berbeda di lebaran kali ini. Kata Ayah, umurnya sudah sekitar 75-80 tahun. Entahlah. Tidak ada yang tahu secara pasti tanggal kelahirannya. Hal yang mengejutkan darinya adalah  bahwa perawakan fisik bisa membodohkan manusia, bila ukurannya hanya sebatas usia. Betapa tidak, badannya masih kekar berotot dan tampak sehat serta tetap memiliki aura pejantan yang tangguh, sebuah aura yang menjadi khas keluarga kakek.